HARTA
Makalah Fikih Muamalah
Disusun Oleh :
Nama Nim
LISTON LIMBONG 1530400002
Dosen Pembimbing
ZILFARONI, S.Sos.I.,
M.A.
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU
KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN PADANGSIDIMPUAN
Assalamualaikum
wr,wb.
Dengan menyebut nama Allah yang maha
pengasih dan penyayang yang telah melimpahkan nikmat dan hidayah-NYA kepada
kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang bejudul “Harta (amwal)” pada mata kuliah “fikih muamalah”.
Terimakasih pula kami haturkan kepada
dosen pembimbing kami. Dan rekan-rekan semua yang telah membantu dalam
penulisan makalah ini. Kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar
dapat menjadi motifasi kedepan untuk mendpatkan hasil makalah yang lebih baik
lagi.
Semoga makalah ini bermanfaat, salah dan
khilaf mohon dimaafkan karena kesempurnaan hanya milik Allah semata.
Wassalamualaikum
wr,wb.
Padangsidimpuan, september 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar .......................................................................................................... i
Daftar
Isi.................................................................................................................... ii
BAB
I
Pendahuluan............................................................................................................... 1
BAB
II
Pembahasan................................................................................................................ 3
A.
Harta.............................................................................................................. 3
B.
Kedudukan
Harta.......................................................................................... 7
C.
Pembagian
Harta............................................................................................ 7
D.
Fungsi
Harta................................................................................................... 12
BAB
III
Penutup...................................................................................................................... 14
Daftar Pustaka……………………………………………………………………....
15
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan umat manusia, harta merupakan keperluan
hidup yang sangat penting. Sebab harta adalah salah satu bentuk perhiasan
kehidupan dunia. Dengan harta, manusia dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari
mulai dari yang primer, sekunder, bahkan tersier sekalipun. Oleh karena harta
pula lah akan terjadi interaksi sosial atau hubungan horizontal (manusia).
Sebab harta ini didapat setelah terjadi hubungan timbal balik antar manusia,
atau biasa dikenal dengan kerja sama. Kerja sama dilakukan untuk memperoleh
sesuatu yang diinginkan, yaitu harta.
Tidak ada larangan dalam mencari harta baik
konvensional maupun syariah, semua sama-sama menganjurkan kepada manusia untuk
mencari harta. Harta bagi manusia merupakan dzat yang sangat berharga. Meskipun
terkadang ada sekelompok orang yang tidak menganggap itu berharga karena
mungkin mereka telah memiliki sesuatu yang lebih berharga. Singkatnya,
penilaian terhadap harta dilakukan secara subyektif, tidak mengikat. Sebab
tergantung siapa yang menilainya. Bagi orang miskin, sepeda motor merupakan
harta yang paling berharga. Namun tidak bagi orang kaya. Orang kaya menganggap
mobil mewah lah harta yang paling berharga. Itulah sebabnya mengapa penilaian
terhadap harta dilakukan secara subyektif. Menyangkut
sistem pembagian harta, dilihat dari subyek yang membaginya dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu secara Islami dan konvensional.
Dua hal tersebut memiliki kriteria yang berbeda-beda dalam
membagi harta. Dalam makalah ini akan dijelaskan tentangkonsephartadalamfiqihmuamalat.Kesempurnaan
agama islam dapat dilihat dimana syariat islam diturunkan dalam bentuk yang umum
dan mengglobal permasalahannya.
Segalabentukperaturanaqidah, hukum, dansyariahtentunyasudahdituangkankedalamkitab
al-Qur’an sebagaituntunanumatislamdalammenjalanikehidupan. Kesempurnaanajaranislamtelah
Allah tuangkankedalamfirman-Nya:
لْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينً ا
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dantelah Ku-ridai Islam itujadi agama bagimu.”
Dalam masalah muamalah, al-Qur’an
memberikan Qawa’id Al-‘Ammah (kaidah-kaidah umum) agar manusia dapat mengembangkan
berbagai transaksi yang terjadi diantara mereka. Diantara pokok pembahasan bidang
muamalah yang sangat urgen adalah mengenai harta. Harta menjadi masalah sentral
dalam kehidupan manusia.
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
PengertianHarta
2.
PembagianJenisHarta
3.
FungsiHarta
C.
MANFAAT
DAN TUJUAN
1.
Mengetahui
pengertian Harta
2.
Mengetahui
jenis jenis Harta
3.
Mengetahui
fungsi harta
D. BatasanMasalah
Mengingat begitu banyak dan luasnya materi yang membahas tentang Harta(amwal) maka kami tim penulis membuat batasan permasalahan, ada pun ruang lingkup pembahasan sesuai dengan yang tercantum didalam rumusan masalah.
E. MetodePenulisan
Ada pun metode yang kami gunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan metode kepustakaan yakni menggunakan buku-buku perpustakaan sebagai bahan referensi dan internet web search.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HARTA
1. PengertianHarta (Amwal)
Dalam bahasa Arab harta
disebut dengan sebutan al-mal. Berasal dari kataمَالَ-يَمِيْلُ-مَيْلاً yang mempunyai arti condong, cenderungdan miring.al-mal juga bias disebut hal yang
menyenangkan manusia, yang mereka pelihara baik itu dalam bentuk materi, maupun
manfaat. Begitu berharganya sebuah harta sehingga banyak manusia yang cenderung
ingin memiliki dan menguasai harta.[1]
Sedangkan menurut istilah
syar’I harta diartikan sebagai segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu
yang legal menurut hokum syara’ (hokum islam), seperti jual-beli (al-bay),
pinjam-meminjam (‘ariyah), konsumsi dan hibah atau pemberian. Beradasarkan pengertian
tersebut. Maka, segala sesuatu yang digunakan dan dimanfaatkan oleh manusia dalam
kehidupan sehari-hari disebut dengan harta. Seperti uang, tanah, rumah,
kendaraan, perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil peternakan, perkebunan, dan
juga pakaian semuanya termasuk dalam kategori al-amwal.[2]
Adapunsecaraistilahahlifiqih,
hartayaitu:
1.
Menurut Ulama Hanafiyah, Segala sesuatu
yang mempunyai nilai dan dapat dikenakan ganti rugi bagi orang yang merusak dan
melenyapkannya.
2.
Menurut Ulama Madzhab Maliki, Harta adalah
hak yang melekat pada seseorang yang menghalangi orang lain untuk menguasainya dan
sesuatu yang diakui sebagai hak milik secara ‘uruf (adat).
3.
Menurut Ulama Madzhab Syafi’i, Harta adalah
sesuatu yang bermanfaat bagi pemiliknya dan bernilai.
4.
Menurut Ulama Madzhab Hambali, Harta adalah
sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi dan dilindungi undang-undang.[3]
Ibnu Asyr mengatakan
bahwa, “Kekayaan pada mulanya berarti emas dan perak, tetapi kemudian
berubah pengertiannya menjadi segala barang yang disimpan dan dimiliki”.
Sedangkan harta (al-maal),
menurut Hanafiyah ialah sesuatu yang digandrungi oleh tabiat
manusia dan memungkinkan untuk disimpan hingga dibutuhkan.[4]
Maksud pendapat di
atas, definisi harta pada dasarnya merupakan sesuatu yang bernilai dan
dapat disimpan. Sehingga bagi sesuatu yang tidak dapat disimpan, tidak dapat
dikatagorikan sebagai harta. Adapun manfaat termasuk dalam kategori sesuatu
yang dapat dimiliki, ia tidak termasuk harta. Sebaliknya tidaklah termasuk
harta kekayaan sesuatu yang tidak mungkin dipunyai tetapi dapat diambil
manfaatnya, seperti cahaya dan panas matahari. Begitu juga tidaklah termasuk
harta kekayaan sesuatu yang tidak dapat diambil manfaatnya, tetapi dapat
dipunyai secara konkrit dimiliki, seperti segenggam tanah, setetes air, seekor
lebah, sebutir beras dan sebagainya.
Dengan demikian, konsep harta
menurut Imam Hanafi yaitu segala sesuatu yang memenuhi dua kriteria :
Pertama, sesuatu yang dipunyai dan bisa
diambil manfaatnya. Kedua, sesuatu yang dipunyai dan bisa
diambil manfaatnya secara konkrit (a’ayan) seperti tanah, barang-barang
perlengkapan, ternak dan uang.
Menurut jumhur ulama’ fiqh selain Hanafiyah mendefinisikan
konsep harta sebagaiadalahseagalasesuatu yang bernilaidanmestirusaknyadenganmenguasainya.
Dari
pengertian di atas, jumhur ulama’ memberikan pandangan bahwa manfaat termasuk
harta, sebab yang penting adalah manfaatnya dan bukan dzatnya. Intinya bahwa
segala macam manfaat-manfaat atas sesuatu benda tersebut dapat dikuasai dengan
menguasai tempat dan sumbernya, karena seseorang yang memiliki sebuah mobil
misalnya, tentu akan melarang orang lain mempergunakan mobil itu tanpa izinnya.
Maksud manfaat menurut jumhur ulama’ dalam pembahasan ini
adalah faedah atau kegunaan yang dihasilkan dari benda yang tampak seperti
mendiami rumah atau mengendarai kendaraan. Adapun hak, yang ditetapkan syara’
kepada seseorang secara khusus dari penguasaan sesuatu, terkadang dikaitkan
dengan harta, seperti hak milik, hak minum, dan lain lain. Akan tetapi
terkadang tidak dikaitkan dengan harta, seperti hak mengasuh dan lain-lain.
Menurut
Imam as-Suyuthi harta ialah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan mempunyai
nilai jual yang akan terus ada, kecuali bila semua orang telah meninggalkannya.
Jika baru sebagian orang saja yang meninggalkannya, barang itu mungkin masih
bermanfaat bagi orang lain dan masih mempunyai nilai bagi mereka.
Menurut ahli hukum positif, dengan berpegang pada konsep
harta yang disampaikan Jumhur Ulama’ selain Hanafiyyah, mereka mendefinisikan
bahwa benda dan manfaat-manfaat itu adalah kesatuan dalam katagori harta
kekayaan, begitu juga hak-hak, seperti hak paten, hak mengarang, hak cipta dan
sejenisnya.
Ibnu Najm mengatakan bahwa harta kekayaan, sesuai dengan apa
yang ditegaskan oleh ulama’-ulama’ Ushul Fiqh, adalah sesuatu
yang dapat dimiliki dan disimpan untuk keperluan tertentu dan hal itu terutama
menyangkut yang kongkrit. Dengan demikian tidak termasuk di dalamnya pemilikan
semata-semata atas manfaat-manfaat saja. Dalam hal ini, beliau menganalogikan
konsep harta dalam persoalan waris dan wakaf, sebagaiman al-Kasyf
al-Kabir disebutkan bahwa zakat maupun waris hanya dapat terealisasi
dengan menyerahkan benda (harta atau tirkah dalam hal waris)
yang konkrit, dan tidak berlaku jika hanya kepemilikan atas manfaat semata,
tanpa menguasai wujudnya.
Dari beberapa definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa harta, yaitu sesuatau yang mempunyai arti
(al-qimah), sesuatu yang mempunyai manfaat dan sesuatu yang diperoleh dengan usaha
tertentu.
2. PerspektifHartaDalamFiqihMuamalat
Harta termasuk salah satu keperluan pokok manusia dalam
menjalani kehidupan di dunia ini, sehingga para ulama ushul fiqh memasukkan
persoalan harta dalam salah satu adh-dharuriyat al-khamsah (lima keperluan pokok). Yang terdiri atas agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.
Dalam
ayat-ayat al-Qur’an, harta memiliki kedudukan antara lain:
1) Harta sebagai
amanah (titipan) dari allah SWT manusia hanyalah pemegang amanah untuk
mengelola dan memanfaatkan sesuai dengan ketentuan-Nya. Sedangkan pemilik harta
sebenarnya tetap pada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah yang artinya:“Berimanlah
kamu kepada Allah dan rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang
Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang
yang beriman diantara kamu dan menafkahkan (sebagian) hartanya mendapatkan
pahala yang besar”. (QS. Al-Hadid : 7)
2) Harta sebagai
perhiasan hidup yang memungkinkan manusia menikmatinya dengan baik dan tidak
berlebih-lebihan. Manusia memiliki kecenderungan yang kuat untuk memiliki,
menguasai dan menikmati. Firman Allah yang artinya: “Dijadikan indah
pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita,
anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas,perak,kuda pilihan, binatang ternak,
dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allahlah tempat
kembali yang baik”. (QS. Ali Imron : 14)
3) Harta sebagai
ujian keimanan. Hal ini terutama menyangkut soal cara mendapatkan dan
memanfaatkannya, apakah sesuai dengan ajaran islam ataukah tidak Allah
berfirman yang artinya:“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan
dan di sisi Allahlah pahala yang besar”. (QS. At-Taghabun : 15)
Islam tidak
membatasi cara seseorang dalam mencari dan memperoleh harta selama yang
demikian itu tetap diberlakukan dalam prinsip umum yang berlaku yaitu halal dan
baik. Hal ini berarti Islam tidak melarang seseorang untuk mencari kekayaan
sebanyak mungkin, karena bagaimanapun yang menentukan kekayaan yang dapat
diperoleh seseorang adalah Allah SWT sendiri sebagaimana yang disebutkan dalam
ayat di atas. Di samping itu dalam pandangan Islam harta itu bukanlah tujuan,
tetapi alat untuk mencapai keridhaan Allah.
Adapun bentuk
usaha dalam memperoleh harta yang menjadi karunia Allah untuk dimiliki oleh
manusia bagi menunjang kehidupannya secara garis besar ada dua bentuk:[5]
Pertama, memperoleh
harta tersebut secara langsung sebelum dimiliki oleh siapapun.Cara seperti
ini sering disebut dengan penguasaan harta bebas (ihrazu al-mubahat). Di
samping itu juga harta bebas bisa diperoleh melalui berburu hewan, mengumpulkan
kayu dan rerumputan di hutan rimba, dan menggali barang tambang yang berada
diperut bumi selama belum ada pihak yang menguasinya, baik individu maupun
negara.
Kedua, memperoleh
harta yang telah dimiliki oleh seseorang melalui suatu transaksi atau akad.
Bentuk ini dipisahkan pada dua cara. Pertama peralihan harta berlangsung dengan
sendirinya atau disebut juga ijbari yang siapapun tidak dapat
merencanakan atau menolaknya seperti melalui warisan. Kedua peralihan harta
berlangsung tidak dengan sendirinya,, dengan arti atas kehendak dan keinginan
sendiri yang disebut ikhtiyari, baik melalui kehendak sepihak
seperti hibah atau pemberian maupun melalui kehendak dan perjanjian timbal
balik antara dua atau beberapa pihak seperti jual beli.
B.
KEDUDUKAN HARTA
Dijelaskan dalam
al-Quran bahwa harta merupakan perhiasan hidup. Allah berfirman Qs. Al-kahfi:
46 yang artinya
“ Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia”
Ayat ini
menjelaskan bahwa kebutuhan manusia atau kesenangan manusia terhadap harta sama
dengan kebutuhan manusia terhadap anak atau keturunan. Allah juga menjelaskan
di dalam al-Quran Qs. Al-Maidah ayat 18 yang artinya
“Dan kepunyaan Allahlah kerajaan dilangit, dibumi, dan
diantara keduanya, dan kepada Allahlah kembali segala sesuatu.”
Dari penjelasan
ayat-ayat diatas bahwa manusia bukanlah pemilik mutlak dari segala sesuatu yang
dimilikinya selama ini, tetapi dibatasi oleh hak-hak Allah sehingga wajib
baginya untuk mengeluarkan sebagian kecil hartanya untuk berzakat dan ibadah
lainnya.[6]
C.
PEMBAGIAN
HARTA
Harta terdiri
dari beberapa bagian dan tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya
tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut:
1.
Harta Mutaqawwin
dan Ghair Mutaqawwin
a.
Harta mutaqawwin ialah sesuatu yang boleh diambil
manfaatnya menurut syara’ yaitu semua harta yang baik jenisnya maupun cara
memperoleh dan penggunaanya. Sebagai contoh: kerbau halal dimakan oleh umat
muslim, tetapi kerbau tersebut disembelihnya tidak sah menurut syara’, misalnya
dipukul, ditembak, dll.
b.
Harta ghair mutaqawwin ialah sesuatu
yang tidak boleh diambil menurut syara’ yaitu kebalikan dari harta mutaqawwin,
yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya,
maupun cara penggunaannya. Contohnya: sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk
ghair mutaqawwin karena memperolehya dengan cara yang haram.
FaedahPembagian
1) Sahdan Tidaknya Akad
Harta mutaqawwim sah dijadikan akad dalam berbagai aktivitas
muamalah, seperti hibbah, pinjam meminjam, dll. Sedangkan harta ghairmutaqawwim
tidak sah dijadikan akad dalam bermuamalah. Pendapat ini disampaikan oleh ulama
Hanafiyah.
2) Tanggung jawab Ketika Rusak
Jika seseorang merusak harta mutaqawwim, maka ia bertanggung
jawab untuk menggantinya. Akan tetapi, jika merusak harta ghairmutaqawwim, ia tidak
bertanggung jawab untuk menggantinya. Menurut ulama Hanafiyah, jika merusak ghairmutaqawwim,
ia tetap bertanggung jawab, sebab harta tersebut dipandang mutaqawwim oleh non muslim.
Selain Hanafiyah berpendapat bahwa, harta ghairmutaqawwim tetap dipandang mutaqawwim
sebab umat non muslim yang berada di negara Islam harus mengikuti peraturan
yang diikuti oleh umat Islam.[7]
2.
Harta Mitsli
dan Harta Qimi
a. Harta mitsli
ialah benda-benda yang ada persamaan dalam kesatuan-kesatuannya, dalam arti
dapat berdiri sebagiannya di tempat yang lain, tanpa ada perbedaan yang perlu
dinilai. Jadi, harta
mitsli adalah harta yang ada imbangannya (persamaan). Seperti harta yang jenisnya
diperoleh di pasar (secara persis).
Harta mitsli
terbagi atas empat bagian, yaitu harta yang ditakar seperti gandum, harta yang
dihitung seperti telur, dan harta yang dijual dengan meter seperti bahan
pakaian, dan papan.
b. Harta qimi
ialah benda-benda yang kurang dalam kesatuan-kesatuannya, karena tidak dapat
berdiri sebagian di tempat sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan. Jadi,harta qimi
adalah harta yang tidak ada imbangannya secara tepat. Seperti harta yang
jenisnya sulit di dapatkan di pasar, bisa di peroleh tetapi jenisnya berbeda,
kecuali dalam nilai harganya.
3.
Harta Istihlak dan Harta Isti’mal
a. Harta istihlak
ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara biasa,
kecuali dengan menghabiskannya. Harta istihlak dibagi menjadi dua, ada yang
istihlak haqiqi dan istihlak huquqi.
1) Harta istihlak
haqiqi ialah suatu benda yang menjadi harta yang secara jelas (nyata) zatnya
habis sekali digunakan. Misalnya, korek api bila dibakar, maka habislah harta yang
berupa kayu itu.
2) Harta huquqi
ialah harta yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya masih
tetap ada. Misanya uang yang digunakan untuk membayar hutang, dipandang habis
menurut hukum walaupun
uang tersebut masih utuh, tetapi hanya pindah kepemiliknya.
b. Harta isti’mal
ialah sesuatu yang dapat
digunakan berulang kali dan materinya tetap terpelihara. Harta isti’mal
tidaklah habis sekali digunakan, tetapi dapat digunakan lama menurut apa
adanya. Seperti kebun, tempat tidur, pakaian, sepatu, dll.
Perbedaan dua jenis harta ini adalah
bahwa harta istihlak habis satu kali digunakan, sedangkan harta isti’mal tidah
habis dalam satu kali pemanfaatan.[8]
4.
Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul
a. Harta manqul
ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat ke tempat
lain. Seperti emas, perak, perunggu,
pakaian, kendaraan, dll.
b. Harta ghair
manqul ialah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu tempat ke
tempat yang lain. Seperti kebun, rumah, pabrik, sawah, dll.
Istilahnya benda bergerak dan benda tetap.
Dalam hukum perdata positif, harta
manqul dan qhair manqul disebut dengan istilah benda bergerak dan benda tetap.
5.
Harta Mamluk, Mubah, dan Mahjur
a.
Harta mamluk ialah sesuatu yang masuk
ke bawah milik, milik perorangan maupun milik badan hukum, seperti
pemerintah dan yayasan. Harta mamluk (yang dimiliki) terbagi manjadi dua
macam yaitu:
1) Harta
perorangan (mustaqil) yang berpautan dengan hak bukan pemilik,
misalnya rumah yang di kontrakkan. Harta perorangan yang tidak berpautan
dengan hak bukan pemilik, misalnya seseorang yang mempunyai sepasang sepatu
dapat digunakan kapan saja.
2) Harta
perkongsian (masyarakat) antara dua pemilik yang berkaitan dengan hak yang
bukan pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan
lima buah mobil, salah satu mobilnya disewakan selama satu bulan kepada orang
lain. Harta yang dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan
pemiliknya, seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik dan pabrik
tersebut diurus bersama.
3) Harta yang
dimiliki oleh dua orang yang tidak berkaitan dengan hak bukan pemiliknya,
seperti dua orang yang berkongsi memiliki sebuah pabrik tersebut diurus
bersama.[9]
b.
Harta mubah ialah sesuatu yang pada
asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan
darat, laut, pohon-pohon di hutan dan buah-buahannya. Tiap-tiap manusia boleh
memiliki harta mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya akan
menjadi pemiliknya sesuai dengan kaidah. Sesuai dengan sabda Nabi SAW:“Barang
siapa yang menghidupkan tanah(gersang),hutan milik seseorang, maka ia yang
paling berhak memiliki”
c.
Harta mahjur ialah sesuatu yang tidak
dibolehkan dimiliki sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at,
adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang dikhususkan untuk
masyarakat umum,seperti jalan raya, masjid-masjid, kuburan, dll.
6.
Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat
dibagi
a. Harta yang
dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan
suatu kerugian atau kerusakan apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras,
tepung, dll.
b. Harta yang
tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah) ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi,
misalnya gelas, kursi, meja, dll.[10]
7. Harta pokok dan hasil (tsamarah/buah)
a.
Harta pokok ialah harta yang mungkin
darinya harta yang lain.
b.
Harta hasil (tsamarah/buah) ialah harta
yang terjadi dari harta yang lain.
8. Harta Ain dan Dayn
a.
Harta ain ialah harta yang berbentuk
benda yang kelihatan, seperti rumah, pakaian, beras, jambu, dan kendaraan
(mobil).
Harta ini terbagi dua:
1)
Harta ain dzati qimah, yaitu harta yang
memiliki bentuk yang dipandang sebagai harta karena memiliki nilai.
Harta ain dzati qimah meliputi:
i.
Benda yang dianggap harta yang boleh
diambil manfaatnya.
ii.
Benda yang dianggap harta yang tidak
boleh diambil manfaatnya,
iii.
Benda yang dianggap harta yang ada
sebangsanya.
iv.
Benda yang dianggap harta yang tidak
ada atau sulit dicari seumpamanya.
v.
Benda yang dianggap harta yang berharga
dan dapat dipindahkan (bergerak).
vi.
Benda yang dianggap harta yang berharga
dan tidak dapat dipindahkan (benda tetap).
2)
Harta dayn ialah sesuatu yang berada
dalam tanggung jawab, seperti uang yang berada dalam tanggung jawab seseorang.
Masalah ain dan dayn, meliputi tiga
pembahasan:
a)
Posisi hutang dari bagian-bagian harta
dan definisi dayn
b)
Natijah-natijah yang hasil dari
membedakan ain dan dayn.
c)
Nadhariyah dzimmah dan
keistimewaan-keistimewaannya.[11]
9. Harta khas dan ‘am
a.
Harta khas ialah harta pribadi, tidak
bercampur dengan harta yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa
disetujui pemiliknya.
b.
Harta ‘am ialah harta milik umum
(bersama) yang boleh diambil manfaatnya.[12]
D.
FUNGSI HARTA
Harta
dipelihara manusia karena manusia membutuhkan manfaat tersebut. Fungsi harta
amat banyak, baik kegunaan dalam hal baik, maupun kegunaan dalam hal yang
jelek. Diantara sekian banyak fungsi harta antara lain sebagai berikut :
a.
Berfungsi untuk menyempurnakan
pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah), sebab untuk ibadah diperlukan
alat-alat, seperti kain untuk menutup aurat dalam pelaksanaan shalat, bekal
untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibbah, dan yang lainnya.
b.
Untuk meningkatkan keimanan (ketakwaan)
kepada Allah, sebab kefakiran cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran
sehingga pemilikan harta dimaksudkan untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah.
c.
Untuk meneruskan kehidupan dari satu
periode ke periode berikutnya.
d.
Untuk menyelaraskan (menyeimbangkan)
antara kehidupan dunia dan akhirat.
e.
Untuk mengembangkan dan menegakkan
ilmu-ilmu, karena menuntut ilmu tanpa modal akan terasa sulit, misalnya,
seseorang tidak bisa kuliah diperguruan tinggi, bila ia tidak memiliki biaya.
f.
Untuk memutarkan (mentasharuf)
peranan-peranan kehidupan yakni adanya pembantu dan tuan. Adanya orang kaya dan
miskin yang saling membutuhkan sehingga tersusunlah masyarakat yang harmonis
dan bercukupan.
g.
Untuk menumbuhkan silaturrahim, karena
adanya perbedaan dan keperluan, misalnya Ciamis merupakan daerah penghasil
galendo, Bandung merupakan daerah penghasil kain, maka orang Bandung yang
membutuhkan galendo akan membeli produk orang Ciamis tersebut, dan orang Ciamis
yang memerlukan kain akan membeli produk orang Bandung. Dengan begitu,
terjadilah interaksi dan komunikasi silaturrahim dalam rangka saling mencukupi
kebutuhan.[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam bahasa
Arab harta disebut dengan sebutan al-mal. Berasal dari kata مَالَ-يَمِيْلُ-مَيْلاً yang
mempunyai arti condong,
cenderung dan miring. al-mal juga
bias disebut hal yang menyenangkan manusia, yang mereka pelihara baik itu dalam
bentuk materi, maupun manfaat. Begitu berharganya sebuah harta sehingga banyak manusia
yang cenderung ingin memiliki dan menguasai harta.
Harta terdiri
dari beberapa bagian dan tiap-tiap bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya
tersendiri. Pembagian jenis harta ini sebagai berikut:
1.
Harta Mutaqawwin
dan Ghair Mutaqawwin
2.
Harta Mitsli
dan Harta Qimi
3.
Harta
Istihlak dan Harta Isti’mal
4.
Harta Manqul
dan Harta Ghair Manqul
5.
Harta Mamluk,
Mubah, dan Mahjur
6.
Harta yang
dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
7.
Harta pokok dan hasil (tsamarah/buah)
8.
Harta Ain dan Dayn
9.
Harta khas dan ‘am
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman
Ghazaly, dkk., FIQH MUAMALAT, (Jakarta: PREMEDIA GROUB, 2010)
Adiwarman A. Karim,
Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004)
DimyauddinDjuawaini, PengantarFiqhMuamalah, (Yogyakarta:
PustakaPelajar, 2008)
Hendi Suhendi, FIQH
MUAMALAH, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010)
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, (Jakarta:
Raja Grapindo Persada, 2002)
Syafei,
Rachmat, Fiqih Muamalat Cetakan 3, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2006)
Teungku Muhammad
Hasbi Ash Shiddieqy, PENGANTAR FIQH MU’AMALAH, edisi kedua, (Semarang: PT.
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 1997)
Mas’adi, Ghufron, Fikih Muamaah Kontekstuaal,
(Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2002)
[6]Adiwarman
A. Karim, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta: Darul Haq, 2004), hlm. 123.
[8]Abdul
Rahman Ghazaly, dkk., FIQH MUAMALAT, (Jakarta: PREMEDIA GROUB, 2010), hlm.
31-35.
[9]http://hadypradipta.blog.ekonomisyariah.net/2009/01/06/fiqih-muamalah/
[10]Mas’adi,
Ghufron, Fikih Muamaah Kontekstuaal, (Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada, 2002), hlm. 57.
[11]Teungku
Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, PENGANTAR FIQH MU’AMALAH, edisi kedua, (Semarang:
PT. PUSTAKA RIZKI PUTRA, 1997), hlm. 169.
[13]Hendi
Suhendi, FIQH MUAMALAH, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 27-29.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar